Orkes Puisi Sampak GusUran di Facebook

Anis Sholeh Ba'asyin dan Orkes Puisi Sampak GusUran Headline Animator

Strereofame

My Headlines

Friday 1 August 2008

Orkes Puisi Sampak GusUran


Profil
Orkes Puisi Sampak GusUran



Tentang Anis Sholeh Ba’asyin:
Anis Sholeh Ba’asyin sudah aktif menulis puisi dan esai sejak ’79. Puisinya tersebar di banyak media dan antologi. Kumpulan puisinya ‘Orang Pinggir Jalan’ (YP3M Prakarsa, 1982), ‘Kisah Pertobatan Senti’ (YP3M Prakarsa 1984), ’Potret Iblis’ (KPK, 1992) dan ”Jaman Gugat” (Taman Budaya Jawa Tengah, 2007). Pada 2008, bersama Orkes Puisi Sampak GusUran, merekam sebagian puisinya dalam format orkes puisi dan diberi tajuk ’Bersama Kita Gila’ (yang dengan tajuk ’In the Time of Madness’ juga dipasarkan secara internasional via internet). Ini adalah salah satu cara yang ditempuhnya untuk menyiasati kenyataan bahwa kumpulan puisi adalah jenis buku yang sangat sulit dipasarkan.
Tahun ’90-an sempat istirahat dari dunia penulisan dan suntuk nyantri pada KH. Abdullah Salam, seorang kiai sepuh di Kajen - Pati. Mulai 2001 kembali aktif menulis, baik puisi maupun esai sosial-budaya dan agama di berbagai media; juga menjadi penulis kolom tetap di beberapa media. Sejak 2005, bersama kelompok Sampak GusUran, aktif mengelilingkan orkes puisi dari kumpulan puisi terbarunya ke berbagai daerah.
Baik sendiri maupun bersama Orkes Puisi Sampak GusUran, dia terlibat aktif dalam banyak gerakan sosial-budaya dan keagamaan. Tema puisinya yang beragam -dari masalah sosial-budaya-politik-lingkungan hingga renungan sufis- membuat dia bisa tampil baik dalam demo maupun pengajian. Aktivitasnya ini melebar dari pelosok desa sampai pusat-pusat kebudayaan.

Tentang Orkes Puisi Sampak GusUran
Orkes Puisi Sampak GusUran resmi dibentuk 2005. Yaitu ketika Anis Sholeh Ba’asyin diminta mementaskan kembali puisi musik yang di era 80-an suntuk digelutinya.
Sejak saat itu, disepakati untuk menyebut format pentas puisi musik ini sebagai Orkes Puisi. Sebutan ini sengaja dipilih, karena dianggap mampu mewadahi keinginan awal untuk menafsirkan, mengawinkan dan mengorkestrasikan puisi dalam komposisi-komposisi musikal yang utuh dan padu. Kecuali itu, format orkes puisi juga dianggap mampu menjadi jembatan untuk lebih mendekatkan muatan puisi pada masyarakatnya.
Lebih-lebih bila diingat, tradisi di Timur –termasuk Indonesia tentu saja- sejak awal akrab dengan musikalilasi puisi. Ini bisa dilihat dari tradisi melagukan syair-syair para pujangga dalam bentuk tembang atau nasyid, misalnya.
Lewat orkes puisi ini kami ingin menyuarakan keprihatinan, kegalauan dan renungan kami tentang masalah-masalah sosial, budaya, agama, kemanusiaan dan lingkungan. Baik yang menggejala di negeri kami maupun di dunia. Dengan cara ini kami ingin mengirim pesan kepada semua pihak tentang perlunya renungan yang lebih jernih dan mendasar untuk menata ulang mosaik sosial-budaya-ekonomi-politik yang makin hari makin amburadul saja.
Nama sampak diambil dari jenis irama musik dalam pagelaran wayang, yang biasanya dipakai untuk mengiringi adegan perang. Sedang GusUran, sebenarnya bisa dibaca sebagai permainan bentuk penulisan dari kata gusuran.
Kata GusUran ini sengaja dipilih, karena kalau dibaca tanpa diputus akan bermakna yang terpinggirkan (sesuai dengan niat awal kami untuk lebih menyuarakan apapun yang selama ini cenderung terpinggirkan dalam percaturan sosial-politik-ekonomi dan budaya kita). Sementara kalau dibaca terputus (sesuai dengan cara kami menuliskannya), maka ‘Gus’ jelas bermakna bagus (atau tubagus), sedang ‘Uran’ dapat dianggap sebagai jamak dari kata ‘uro-uro’ atau bersenandung dalam kosa kata Jawa. Dengan begini, kata GusUran secara sekaligus dianggap mampu mewakili substansi apa yang ingin kami sampaikan, sekaligus cara menyampaikannya.
Sementara dalam bermusik, kami mencoba menerjemahkan ke-Indonesia-an secara lebih dinamis; yaitu dengan menyerap semangat serta komposisi musik-musik etnik dan tradisi, dan meraciknya dengan mosaik musikalitas baru yang tumbuh di masa kini. Dengan cara ini, bukan cuma puisinya yang diusahakan membumi, tapi juga orkestrasi musiknya.

Sedikit Latar Konsep
Kelompok ini pada awalnya memang dibentuk sebagai semacam kelompok studi. Dua kali seminggu, kami bertemu untuk berdiskusi. Yang satu tentang soal-soal umum: dari agama, filsafat, sosiologi, ekonomi sampai politik, dengan membahas isu-isu aktual atau membedah buku-buku baru.
Pada hari yang lainnya, kami berdiskusi soal-soal kesenian; baik sastra, musik, teater sampai seni rupa. Dalam diskusi ini, kami bukan cuma membahas teks atau karya saja (bahkan kadang kami –kalau ada biaya- juga mendatangkan senimannya), tapi juga konteks sosio-ekonomi-politik-budaya yang melahirkannya.
Ketika kami mempelajari musik tradisional Dayak atau Asmat misalnya, kami juga mencoba menyingkap nilai-nilai dan adat yang melahirkannya, dengan begitu kami mempunyai gambaran tentang ‘ruh’ yang menghidupinya.
Kecuali itu, ada hal yang ingin secara konsisten kami kembangkan dalam konsep bermusik kami
Yang pertama, ini berangkat dari keprihatinan kami tentang sesuatu (apapun itu bentuk, isi, struktur dan sebarannya) yang kita sebut sebagai keIndonesiaan. Entah karena mentalitas (yang akan segera merasa rendah begitu ‘berbaju’ tradisi), entah karena horor yang acap mencegat ketika orang mencoba kreatif mengolah tradisi; energi kreatif, sinkretik dan eklektik kita hari ini terhempas ke titik terendahnya.
Karena tak mungkin panjang lebar bicara, ambil sedikit contoh saja: dalam musik misalnya. Sangat sedikit pemusik kita yang mencoba secara genuine menggarap tradisi dalam semangat, ruh, struktur tradisi itu sendiri. Kebanyakan hanya mencomot unsur-unsur etnik dan tradisi tertentu sebagai ornamen bagi struktur musikalnya yang sangat Barat (entah jazz, blues, rock, klasik dst). Nah, yang kami coba lakukan adalah membalik cara berpikir ini. Entah sudah berhasil atau belum, tapi sejauh ini kami mencoba (dan masih terus mencoba) mencipta musik yang benar-benar berbasis tradisi (baik ruh, semangat maupun strukturnya), sementara unsur dari ‘luar’ hanya kami olah untuk memperkaya khasanah tradisi yang ada.
Yang kedua, adalah proses kreatif kami. Kami percaya, musik adalah rasa, adalah ‘tarian ruh’ (seperti yang dipercaya Rumi), jadi ketika mulai mencipta dan memainkan musik, kami benar-benar mencoba melahirkan sesuatu yang’berjiwa’, setelah melewati tahap ‘manjing’. Proses ini, tentu saja mengandaikan sudah berlangsung pengendapan terhadap proposisi yang kami sebut pertama.

Data Komunitas
Nama Kelompok: Orkes Puisi Sampak GusUran
Pimpinan : Anis Sholeh Ba'asyin
Alamat : Jl. KH. Wahid Hasyim No 4 – Pati 59114
Website : sampak-gus-uran.blogspot.com
E-mail : sampak_gusuran@yahoo.co.id

Personil:
1. Anis Sholeh Ba'asyin: Pembaca puisi, Vokal.
2. Krishadi Setiawan: Gitar elektrik dan akustik, backing vokal.
3. Rahmat Syafi’i: Drum, SPD.
4. Yusfi Adrian: Bass, backing vokal.
5. Anang Maulana: Biola, gitar akustik, backing vokal.
6. Muhammad Nur Zaini: Saron, terompet, suling, vokal.
7. Pendi Sukarjo: Demung, bonang, jimbe, cuk-cang, banjo, didjeridu, vokal.
8. Gunarto: Saron, suling, harmonika, marakaz, backing vokal.
9. Kristian Rahmonisa: Bongo, conga, kendang, kobel, udhu, terbang, marawis.
10. Muhammad Yani: Terbang, marawis, udhu, backing vokal.
11. Lilik Puji Utomo: Terbang, marawis, backing vokal.
12. Purwanto: Terbang, marawis, backing vokal.
13. Muhammad Zubaidi: Terbang genjur, marawis, kabasa, backing vokal.
14. Kariyadi: Terbang, backing vokal.
15. Kristomo: Vokal.
16. Mei Sri Ningsih: Vokal.

Anis Sholeh Ba’asyin: Penulis Puisi, Sutradara.
Muhammad Anis Ba’asyin: Pengelola Produksi dan Pengelola Panggung.
Budiyono S.Sn: Penata Tari.
Djoko Wahjono: Penata Panggung.
Munawir Aziz: Riset dan Dokumentasi.

Catatan Pagelaran Empat Tahun Terakhir:
2005:
1. Suluk Sunyi, Peringatan Nuzulul Qur’an, Halaman Gedung DPRD I Jateng, Semarang.
2. Suluk Sunyi, Renungan Tahun Baru, Gedung Haji, Gabus.

2006:
1. Suluk Sunyi, Festival Seni Jepara, Gedung Kesenian Jepara. Jepara
2. Suluk Mbambung, Bambang Sadono Mantu, Semarang
3. Suluk Sunyi, Gedung Kesenian Rembang, Rembang
4. Suluk Penyucian, Halal Bil Halal Garudafood, Lapangan Garuda, Pati
5. Jaman Gugat, Pentas Seni Akhir Tahun, Stadion Joyokusumo, Pati.

2007:
1. Jaman Gugat, Padepokan Seni Murni Asih, Kudus.
2. Jaman Gugat, Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta.
3. Bersama Kita Gila, Kompleks GOR Wergu, Kudus.
4. Suluk Pintu Tertutup, Pentas Seni Tolak Nuklir, Kompleks GOR. Kudus.
5. Suluk Matangpuluh, Convention Hall Salza, Pati.
6. Suluk Ojo Ngedan, Doa Bersama Menolak PLTN, Lapangan Ngabul, Jepara.
7. Suluk Ojo Ngedan, Apel Tolak PLTN Muria, Alun-alun, Kudus.
8. Suluk Ojo Ngedan, Ngaji Bareng Tolak Nuklir, Alun-alun, Pati.
9. Suluk Penyatuan, Gus Mus Mantu, Rembang.
10. Suluk Penyatuan, Nganten Ing Desa, Kayen.
11. Suluk Kewarasan, Tasyakuran Merdeka Kiai – Santri, Ngaliyan – Semarang.
12. Sak Edan-edane Wong Edan, Luwih Edan Wong Edan PLTN, Jawa Tengah Menolak PLTN, Halaman DPRD I Jateng, Semarang.
13. Suluk Cahaya, Renungan Nuzulul Qur’an, Desa Calon Tapak Nuklir Balong, Jepara.
14. Membaca NamaNya, Pembukaan MTQ Jateng, Alun-alun Pati.
15. Bersama Kita Gila, Panggung Seni Seribu Bunga, Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta.
16. Suluk Tinggal Tunggal, Gabus, Pati.

2008.
1. Suluk Pintu Terkunci, Kongres Sastra Indonesia, Kudus
2. Suluk Hijrah, Perayaan Hijrah Menganyam Indonesia Baru, Pati
3. Suluk Banjir, Balai Kota Surakarta.
4. Bersama Kita Gila, Aksi Bersama Penyelamatan Gunung Kendeng, Sukolilo.
5. Suluk Pintu Terkunci, Sastra Balik Desa, Gebyog, Semarang.
6. Suluk Negeri Jadi-jadian, Teater Kecil TIM, Jakarta.
7. Bersama Kita Gila, Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta.
8. Suluk Kampung, Festival Pengantin Kampung, Pati.
9. Suluk Kebangsaan, Cahaya Fitri Untuk Indonesia, Gedung Haji Pati.
10. Suluk Penyatuan, Trangkil Pati.
11. Suluk Pintu Terkunci, Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta.
12. Suluk Gugat, Sukolilo- Pati.
13. Bersama Kita Gila, Balai Pemuda - Surabaya.
14. Suluk Gugat, Sukolilo - Pati.
15. Suluk Gugat, Kayen - Pati.

2009.
1. Suluk Mbambung, Rarasati – Mantrijeron, Jogjakarta.
2. Suluk Mabuk, Gus Mus Mantu, Rembang.
3. Suluk Sunyi, UIN Jogjakarta
4. Suluk Zaman Akhir, Sanggar Sampak GusUran, Pati
5. Bersama Kita Gila, Bentara Budaya Jakarta
6. Bersama Kita Gila, TVRI Nasional
7. Suluk Pertaubatan, Masjid Agung Jawa Tengah

Sejak 17 Agustus 2008, album Bersama Kita Gila -lewat jasa portal-portal musik dunia- diedarkan secara internasional dengan judul In the Time of Madness.
Selama dua bulan pertama berhasil menduduki rangking pertama di genre World Fusion di portal BeSonic, salah satu portal musik terbesar dunia yang berbasis di Eropa (sampai sekarang masih bertahan di posisi lima besar di portal tersebut. Posisi yang hampir sama juga diraih di MP3.com.au portal musik yang berbasis di Australia.

Penghargaan:
1. Track of the Day di GarageBand.com pada 10 September 2008 untuk Suluk Zaman Akhir
2. Most Original in World Fusion di GarageBand.com pada 15 September 2008 untuk Suluk Zaman Akhir
3. Track of the Day di GarageBand.com pada 29 Nopember 2008 untuk Suluk Pintu Terkunci.
4. World Fusion Track of the Week di GarageBand.com pada 15 Desember 2008 untuk Suluk Zaman Akhir.
5. World Fusion Track of the Week di GarageBand.com pada 29 Desember 2008 untuk Suluk Pintu Terkunci.
6. Most Original in World Fusion di GarageBand.com pada 26 Januari 2009 untuk Suluk Pintu Terkunci.
7. Best Male Vocals in World Fusion di GarageBand.com pada 23 Februari 2009 untuk Suluk Pintu Terkunci.
(Catatan: Karena Keterbatasan dana, baru dua lagu ini yang kami sertakan dalam kompetisi di Garageband)

Related Posts



1 comment:

Anonymous said...

Selamat & sukses Bang Anis...
wong Pati ok...
Lanjutkan perjuangan Bengkel Seni PATI !!!